Selasa, 23 Juni 2015

TEORI POLITIK DALAM ILMU POLITIK



Teori potitik adatah suatu cara berpikir esensial, tidak hanya mencakup argumen deduktif dan empiris, metainkan juga mengkombinasikannya dengan kepentingan normatif, sehingga mensyaratkan suatu karakter yang praktis dan menjadi pedoman bertindak. Teoritisi politik harus mampu bertindak, dengan keyakinan dan keahlian, dan menggabungkan antara keadaan sosial dengan konsep politik. Ini berarti bahwa teoritisi politik harus ahti memahami bagaimana konsepkonsep dan gagasan-gagasan, dan bagaimana pandangan atau ideologi-ideologi itu muncut dari kondisi sosial, serta membantu mentransformasikan mereka.
Sedangkan Henry J. Schmandt mendefinisikan teori politik sebagai seperangkat konsep mengenai faktor-faktor politik dan hubungan-hubungan diantara mereka. Tujuannya adatah membawa tatanan dan makna pada suatu pengumpulan data yang jika tidak demikian maka data tersebut tidak berkaitan dan tanpa tujuan. Teori politik metakukan tugasnya dengan membangun hipotesis tertentu mengenai proses-proses pemerintahan dan investigasi potitik melalui observasi dan pengalaman ke datam fenomena-penomena politik.
John G.Gunner adatah seorang sarjana yang banyak mencurahkan pemikiran untuk mempertahankan status pemikiran politik, dengan membedakan antara Teori Politik (dengan huruf besar) dan teori politik (tanpa huruf besar). Maksud yang pertama adalah sub bidang disiplin ilmu politik, sedangkan yang kedua adatah segata kepustakaan, kegiatan dan masyarakat intelektual yang lebih bersifat umum dan interdispliner. Namun banyak puta bidang yang over-lapping diantara kedua jenis teori ini.
Meskipun demikian, kajian mengenai teori politik merupakan upaya untuk memperoteh pengetahuan murni mengenai dasar-dasar potitik. Dasar-dasar politik mi, sebagaimana diteliti Leo Strauss, meliputi dua kelompok persoatan; Universitas Gadjah Mada

1. Sifat institusi dan kekuatan-kekuatan politik seperti organisasi-organisasi pemerintahan, hukum, kelompok-kelompok kepentingan, kekuasaan dan kebiasan-kebiasan sosial.
2. Tatanan politik yang baik dan jujur secara moral. Pada zaman modern, terdapat tradisi untuk menganggap kedua aspek teori ini sebagai bidang pelacakan yang benar-benar terpisah.

Yang pertama harus merujuk sebagai ilmu politik. Yang kedua sebagai filsafat politik. Meskipun teori politik tumbuh dalam dua tradisi akademis yakni pemikiran politik seperti diajarkan di jurusan-jurusan Ilmu Pemerintahan dan Filsafat Politik diajarkan di Jurusan Filsafat. Tetapi teori politik berbeda dari keduanya. la berbeda dengan pemikiran politik terutama karena fokusnya kurang bersifat sejarah, tidak melihat perkembangan gagasan-gagasan politik melalui sejarah. Di pihak lain, teori politik berbeda dari filsafat politik, karena ia kurang formal, dan kurang berkeinginan untuk menumbuhkan hubungan logis antara masing-masing konsep politik.
Berdasarkan argumentasi tersebut, Gunner lebih jauh menjelaskan bahwa teori politik sekarang amat sedikit hubungannya ataupun sumbangannya terhadap disiplin induknya, yaitu ilmu politik. Semenjak awal 1970-an, sub-bidang teori politik dalam ilmu politik, telah lebih banyak menumpahkan perhatian terhadap masalah-masalah yang lebih luas dan lebih otonom. Dengan demikian teori politik telah menciptakan struktur kelembagaan tersendiri yang tampak menjauh dari induknya yakni ilmu politik.
Bahkan lebih ekstrim teori politik dapat menghancurkan, memperkuat dan membentuk praktek-praktek politik. Hal itu disebabkan karena:
(a) itu merupakan teori-teori tentang praktek yang,
(b) sebagaimana dibentuk oleh pengertian-pengertian tertentu,
(c) teori politik mengubah bentuk pengertian-pengertian sendiri, maka teori-teori itu menggali dari bawah ciri-ciri konstitutif parktek-praktek.

Kita dapat menerangkannya dengan cara lain dengan mengatakan bahwa teori politik itu tidak mengenai obyek-obyek yang independen. Di sana ada hubungan antara pengetahuan dan praktek, yaitu hubungan yang berlaku tentang kekuatan-kekuatan kausal bagi kasus-kasus khusus, tetapi kebenaran-kebenaran tentang kausal seperti itu dianggap tetap tidak berubah. Universitas Gadjah Mada
Perkembangan Ilmu PolitikZaman Klasik sampai Zaman Kontemporer: Sebuah Penelurusan Singkat.
Khusus tentang perkembangan pemikiran politik, sebagaimana yang dialami Eropa dan Amerika Serikat, terjadi pasang naik dan pasang surut. Pada mulanya, kajian pemikiran politik sebagai filsafat politik, berhubungan erat dengan sejarah filsafat. Nama-nama seperti Socrates, Plato, Aristoteles dari Yunani Kuno merupakan tokoh terkenat dalam kajian ini. Selajutnya pemikiran politik dikaji secara kronologis sampai masa dewasa ini. Umumnya jalan yang ditempuh adalah Yunani Kuno, Romawi, Kristiani, Abad Pertengahan, masa Renaisans, zaman modern dengan liberalismenya, sampai kepada Marxisme, Fasisme, Eksistensialisme, serta aliran-aliran lain yang terdapat sekarang. Karya-karya yang ditulis oleh Sabine, Wolin, Strauss dan lainnya banyak membantu dalam kajian ini. Demikian pula kajian perbandingan politik oleh Bluhm termasuk membantu, seperti kesamaan alur pikir antara Aristoteles dan St. Thomas Aquinas sampai kepada Maritain dewasa ini. Juga, misalnya, upaya pengelompokan antara Plato, St. Agustinus sampai tokoh-tokoh lain dewasa ini, semua itu tercakup dalam kajian perbandingan potitik.
Namun, mulai sekitar permulaan abad ke-20, ilmu politik yang berorientasi kepada sejarah dan filsafat dianggap tidak ilmiah dan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Perdebatan tentang hal ini terjadi sekitar tahun 1940-an sampai dengan 1950-an. Pada mulanya yang menjadi pusat-pusat pemikiran politik adalah masalah negara.
Pada era berikutnya kajian atau pemikiran politik beralih kepada pendekatan perilaku dalam politik. Nama-nama seperti Lee Cameron, McDonald, Naomi B. Lynn, Dhal, Herbert A. Simon dan lain-lain adalah tokoh pemikiran politik behavioral. Pada awalnya mereka menolak teori politik klasik, khususnya yang berfokus pada kajian tentang negara. Namun seperti yang dikemukakan sendiri oleh Herbert A. Simon, istilah behavioralisme itu sendiri adalah janggal dan kurang dikenal. la berpendapat bahwa sekarang ini istilah tersebut telah mereda. Universitas Gadjah Mada
Jelaslah, bahwa apa yang terjadi dan kemudian terkenal dengan "revolusi behavioralisme" sebenarnya bukanlah suatu revolusi, akan tetapi tidak lebih dari suatu perkembangan biasa yang dialami ilmu politik.
Sesuai dengan kenyataan tersebut, dewasa ini apa yang disebut dengan revolusi behavioralisme telah dianggap selesai. Pemikiran politik kembali mendapat tempat yang semakin menonjol dalam itmu politik. Indikasinya adalah bahwa negara kembali menduduki tempat yang cukup sentral dalam berbagai pembahasan ilmu potitik, setelah sekian lama menghilang ke belakang.
Satu hal yang jelas, pemikiran politik yang pernah muncul datam suatu masyarakat tertentu pada dasarnya merefteksikan ikhtiar masyarakat tersebut datam mencari dan membentuk suatu sistem yang menurut pandangan mereka dianggap ideal, sebagai mekanisme yang mengatur tata cara atau pota kehidupan masyarakat sebagaimana mereka dambakan. Dengan demikian, dalam berbagai pemikiran politik yang muncut itu akan terdapat pembauran antara pandanganpandangan kritis, pandangan-pandangan konservatif atau pandangan-pandangan yang berisikan gagasan utopis. Masing-masing pemikiran itu telah mencoba memberikan petunjuk tentang bagaimana dan seperti apa suatu sistem politik yang dianggap ideal itu serta bagaimana cara mencapai atau mewujudkannya
Perbedaan Politik Kiasik Versus Politik Kentemporer Karakteristik Politik Klasik.
1. Kajian bersifat normatif-derkriptif. Kajian tentang politik ditentukan poleh prinsip-prinsip persepsi tentang apa yang dipandang tertinggi dalam ilmu politik, yaitu apa yang terbaik bagi masyarakat dan cara terbaik untuk mencapai tujuan itu.
2. Tidak seperti ilmu politik kontemporer, ilmu politik klasik memandang fakta dan nilai sebagai entitas yang berkaitaan erat. Keduanya tidak dipisahkan secara radikal karena fakta ditentukan oleh nilai. Semua pengetahuan adalah empirik, mengenai potitik dan bukan politik, didasarkan pada premis nilai yang tidak dinyatakan secara ekspilit. Setiap teori politik juga didasarkan pada asumsi mengenai hakikat manusia, masyarakat dan negara.
Universitas Gadjah Mada

3. Berbeda dengan ilmu politik kontemporer yang memandang common sense sebagai tidak ilmiah, ilmu politik klasik justru memulai kajiannya dari pengetahuan akal sehat sampai akhirnya mencapai pengetahuan yang ilmiah. Ilmu politik klasik menegaskan pentingnya membedakan hal-hal politik dan hal yang bukan politik, dan memandang hal yang politik tidak dapat dikaji secara empirik melainkan harus secara dialektis.
4. Kalau ilmu politik kontemporer menilai pengetahuan dan pernyataan normatif tidak dapat dibuktikan benar atau salah, ilmu politik klasik menilai sebaliknya. Bagi klasik, penyataan normatif seperti negara yang baik, dapat dibuktikan secara dialektis dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk tindakan, secara ilmiah bukan dalam bentuk historis, bukan dalam bentuk aktual melainkan dalam bentuk form.
5. Tidak seperti ilmuwan politik kontemporer yang bertindak sebagai pengamat politik, ilmuwan politik klasik dianjurkan mengalami realitas politik, untuk memahami dan membuat refleksi atas realitas politik. Ilmuwan klasik dianjurkan untuk memasuki cave dan kemudian membuat kontemplasi dari pengalaman hidup dalam cave tersebut.
6. Kalau ilmu politik modern mengkritik ilmu politik klasik sebagai terlalu memperhatikan pertanyaan the ought, klasik menuduh ilmu politik kontemporer sebagai menyembunyikan asumsi normatif dan perskripsinya, dan lebih memperhatikan metodologi daripada substansi. Bagi klasik, ilmu politik

modern tidak mengubah pertanyaan fundamental ilmu politik walaupun mereka telah menambah bukti dan argumen untuk menjawab pertanyaan.
7. Karena perbedaan fakta dan nilai, ilmu politik kontemporer menurunkan posisi ilmu politik menjadi sekedar variabel dependen, klasik memandang kemampuan politik manusia rasional sebagai arsitek kajian, sebagai variabel independen yang paling penting, dan karena itu memperlakukan masalahmasalah politik sebagai memiliki otonomi.
Universitas Gadjah Mada
Karakteristik Politik Kontemporer.
1. Kajian yang berangkat dari asumsi mengenai determinisme dan 'hukum kausal universal'. Pengetahuan sebab akibatlah yang disebut pengetahuan ilmiah.
2. Membedakan fakta dan nilai. Fakta didasarkan atas observasi empiris, dan karena itu dapat diuji kebenarannya. Sistem nilai dianggap tidak pernah ada karena berbagai nilai yang ada serta secara penalaran dan yang satu konflik dengan yang lain. Ilmu. politik dapat mendeskripsikan nilai tanpa membuat penilaian yang satu lebih baik daripada yang lain.
3. Membuat perbedaan yang logis antara ilmuwan yang memiliki nilai sendiri dan mempelajari setiap pendapat yang didasari oleh nilai-nilai tertentu. Untuk itu, ilmuwan dianjurkan tidak bertindak sebagai aktor politik melainkan sebagai pengamat politik.
4. Tujuan ilmu pengetahuan ialah membangun teori dengan melakukan generalisasi hubungan kausal diantara pengetahuan faktual. Fungsi teori ialah menjelaskan mengapa fenomena tertentu terjadi seperti itu, dan bahkan meramatkan peristiwa apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang berdasarkan teori tersebut.
5. Manakala ilmuwan politik tertarik mengkaji kebijakan publik, ia tidak merumuskan nilai-nilai dasar dan tujuan masyarakt melainkan memberikan pertimbangan nilai yang bersifat instrumental. Yang diberikan adalah jawaban atas pertanyaan mengenai sarana dan cara yang paling efesien untuk mencapai tujuan, tetapi berupaya mencapai tujuan itu sendiri, dengan memberikan penjelasan mengapa kondisi-kondisi sejumlah tindakan tertentu akan menyebabkan mencapai tujuan tersebut.

Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa phenomena.
Dalam menyusun generalisasi itu teori selalu memakai konsep-konsep. Konsep itu lahir dalam pikiran (mind) manusia dan karena itu bersifat abstrak, sekatipun fakta-fakta dapat di pakai sebagai batu toncatan. Teori politik adalah bahasan dan generalisasi dari phenomena yang bersifat politik. Dengan perkataan lain teori politik adalah bahasan dan renungan atas: (1) tujuan dari kegiatan politik, (2) cara-cara mencapai tujuan itu, (3) kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhankebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik yang diakibatkan oleh tujuan politik itu. Konsep-konsep yang dibahas dalam teori politik mencakup antara lain, masyarakat, kelas sosial, negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban, Universitas Gadjah Mada
kemerdekaan, lembaga-lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik (political development), modernisasi, dan sebagainya.
Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Theoryl dibedakan dua macam teori politik, sekalipun perbedaan antara kedua kelompok teori tidak bersifat mutlak :
1. Teori-teori yang mempunyai dasar moril dan yang menentukan norma-norma

politik (norms for political behavior). Karena adanya unsur norma-norma dan nilai (value), maka teori-teori ini boleh dinamakan valuational (mengandung nilai). Yang termasuk golongan ini antara lain filsafat politik, teori politik sistematis, ideologi, dan sebagainya.
2. Teori-teori yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta

politik dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai. Teori-teori ini dapat dinamakan non-valuational. la biasanya bersifat deskriptif (menggambarkan) dan Komparatif membandingkan). la berusaha untuk membahas fakta-fakta kehidupan politik sedemikian rupa sehingga dapat disistematisir dan disimpulkan dalam generalisasi-generalisasi.
Teori-teori politik yang mempunyai dasar moril (kelompok 1) fungsinya terutama menentukan pedoman dan patokan yang bersifat moral dan yang sesuai dengan norma-norma moral. Semua phenomena politik ditafsirkan dalam rangka tujuan dan pedoman moral ini. Dianggap bahwa dalam kehidupan politik yang sehat diperlukan pedoman dan patokan ini. Teori-teori semacam ini mencoba mengatur hubungan-hubungan antara anggota masyarakat sedemikian rupa sehingga di satu fihak memberi kepuasan perorangan, dan di fihak lain dapat membimbingnya menuju ke suatu struktur masyarakat politik yabg stabil dan dinamis. Untuk keperluan itu teori-teori politik semacam ini memperjuangkan suatu tujuan yang bersifat moral dan atas dasar itu menetapkan suatu kode ethik atau tatacara yang harus dijadikan pegangan dalam kehidupan politik. Fungsi utama dari teori-teori politik ini ialah mendidik warga masyarakat mengenai norma-norma dan nilai-nilai itu. Universitas Gadjah Mada
Teori-teori kelompok 1 dapat dibagi lagi dalam tiga golongan:
1. Filsafat Politik (political philosophy)

Filsafat Politik mencari penjelasan yang berdasarkan ratio. la melihat jelas adanya hubungan antara sifat dan hakekat dari alam semesta (universe) dengan sifat dan hakekat dari kehidupan politik di dunia fana ini. Pokok Pikiran dari filsafat ialah bahwa persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta seperti metaphysika dan epistomologi harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami sehari-hari dapat ditanggulangi. Misalnya menurut filsuf Yunani Plato, keadilan merupakan hakekat dari alam semesta dan sekaligus merupakan pedoman untuk mencapai "kehidupan yang baik" (good life) yang dicita-citakan olehnya. Contoh lain adalah beberapa karya dar John Locke. Filsafat politik erat hubungannya dengan ethika dan filsafat sosial.
2. Teori Politik Sistematis (Systematic political theory)

Teori-teori politik ini tidak memajukan suatu pandangan tersendiri mengenai metaphysika dan epistomologi, tetapi mendasarkan diri dari atas pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima pada masa itu. Jadi, ia tidak menjelaskan asal-usul atau cara lahirnya norma-norma, tetapi hanya mencoba untuk merealisasikan norma-norma itu dalam suatu program politik. Teori-teori politik `1semacam ini merupakan suatu langkah lanjutan dari filsafat politik dalam arti bahwa ia langsung menetrapkan norma-norma dalam kegiatan politik. Misalnya, dalam abad ke-19 teori-teori politik banyak membahas mengenai hak-hak individu yang di perjuangkan terhadap kekuasaan negara dan mengenai sistim hukum dan sistim politik yang sesuai dengan pandangan itu. Bahasan-bahasan ini didasarkan atas pandangan yang sudah lazim pada masa itu mengenai adanya hukum alam (natuiral law), tetap tidak lagi mempersoalkan hukum alam itu sendiri.
3. Ideologi politik (political ideology)

Ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, idee, norma-norma, kepercayaan dan keyakinan, suatu "Weltanschauung", yang dimiliki seorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap Universitas Gadjah Mada
kejadian adan problema politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah-laku politiknya.
Nilai-nilai dan ide-ide ini merupakan suatu sistim yang berpautan. Dasar dari ideologi politik adalah keyakinan akan adanya suatu pola tata-tertip sosial politik yang ideal. Ideologi politik mencakup pembahasan dan diagnose, serta saran-saran (prescription) mengenai bagaimana mencapai tujuan ideal itu ideologi berbeda dengan filsafat yang sifatnya merenung-renung mempunyai tujuan untuk menggerakkan kegiatan dan aks (action-oriented).

Ideologi yang berkembang luas mau tidak mau dipengaruhi oleh kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman dalam masyarakat di mana dia berada, dan sering harus mengadakan kompromi dan perubahan-perubahan yang cukup luas. Contoh dan beberapa ideologi atau doktrin politik ialah misalnya demokrasi Marxisme-Leninisme, Liberalisme, Fascisme, dan sebagainya, diantara mana Marxisme-Leninisme merupakan ideologi yang sifat doktriner dan sifat militannya paling menonjol.